Senin, 11 Juli 2011

Fungsi Agama Dalam Kesehatan Mental

A. PENDAHULUAN

            Pada zaman dahulu ketika teknologi belum dikenal oleh masyarakat umum secara luas, setiap penyakit yang diderita oleh manusia sering sekali dikait-kaitkan dengan hal-hal yang berbau spiritual dan gaib, biasanyaa setiap penyakit dihubung-hubungkan dengan gangguan makhluk halus. Oleh karena itu orang yang sakit lebih memilih berobat ke dukun atau orang pintar yang dianggap bisa berkomunikasi langsung dengan makhluk halus dari pada berobat ke tabib yang mengerti tentang jenis penyakit berdasarkan ilmu perobatan.

            Pergeseran zaman dan kemajuan teknologi tidak dapat terelakan lagi. Saat ini penyakit sudah dapat dilihat dan diobati dengan obat-obatan yang bagus. Dengan menggunakan metode pengolahan yang sangat canggih, perkembangan ilmu pengetahuan dapat lebih menspesifikkan penyakit-penyakit tersebut. Dalam hal ini, ada penyakit yang bersumber dari virus, bakteri atau baksil-baksil sehingga untuk mengobatinya membutuhkan obat-obatan medis. Namun selain itu, ada juga penyakit yang bersumber dari jiwa atau hati suatu individu. Secara fisik individu tersebut tidak terkena virus, bakteri atau baksil-baksil, namun pada kenyataannya individu tersebut sakit. Penyakit tersebutlah yang dinamakan dengan penyakit hati atau penyakit mental.

            Ada beberapa macam atau tingkatan-tingkatan penyaki mental, mulai dari konflik batin, neurosis (gangguan jiwa) sampai pada psikosis (penyakit jiwa). Hal ini bisa menimpa pada setiap orang jika mengalami ketidak stabilan jiwa, baik anak kecil, orang muda maupun orang yang sudah usia lanjut. Untuk mengatasi penyakit ini diperlukan manajemen hati atau mental yang baik, sehingga dapat membentuk kesehatan mental yang berimbas pada kesehatan secara fisik individu tersebut


B. Definisi dan criteria-kriteria kesehatan mental

            Istilah kesehatan mental diambil dari konsep mental hygiene. Kata mental berasal dari bahasa Yunani yang berarti kejiwaan. Kata mental memiliki persamaan makna dengan kata psyhe yang berasal dari bahasa latin yang berarti psikis atau jiwa. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental.

            WHO menyatakan bahwa kesehatan mental merupakan kondisi “sejahtera”
dimana individu dapat merealisasikan kecakapannya, dapat melakukan coping terhadap tekanan hidup yang normal, bekerja dengan produktif dan memiliki kontribusi dalam kehidupan di komunitasnya. Oleh karenanya kesehatan mental merupakan kondisi:

1. Tingkat “kesejahteraan mental” merupakan kondisi dimana individu berfungsi secara adekuat, dapat menikmati hidupnya secara seimbang dan mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan hidup serta mampu berkontribusi pada kehidupan social

2. Dalam pengertian yang lebih positif, kesehatan mental merupakan pondasi dari tercapainya kesejahteraan (well-being) individu dan fungsi yang efektif dalam komunitasnya.

            Adapun kriteria-kriteria kesehatan mental dikelompokkan ke dalam enam kategori, yaitu:

  1. Memiliki sikap batin (attidude) yang positif terhadap dirinya sendiri
  2. Aktualisasi diri
  3. Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada
  4. Mampu berotonom terhadap diri sendiri (mandiri)
  5. Memiliki persepsi yang objektif terhadap realitas yang ada.


C. Pengaruh kesehatan mental terhadap kesehatan badan (jasmani)

            Kalau dulu orang mengatakan bahwa mental yang sehat terletak dalam badan yang sehat, maka sekarang terbukti sebaliknya, yaitu kesehatan mental menentukan kesehatan badan. Akhir-akhir ini banyak terdapat penyakit yang dinamakan psychosomatic, yaitu penyakit pada badan yang disebabkan oleh mental.

            Salah satu penyakit mental yang telah banyak melanda manusia adalah stress. Penyakit ini erat sekali kaitannya dengan reaksi tubuh yang merugikan kesehatan. Dari riset yang dilakukan oleh para ahli, terbukti bahwa stress berperan penting dalam menimbulkan penyakit-penyakit serius bahkan sampai mutasi sel yang berperan dibalik terjadinya kasus-kasus kanker. Latar belakang utama dari pemicu ini sebenarnya ada pada reaksi yang mengakibatkan serangkaian keadaan dimana tubuh akhirnya kehilangan banyak aspek penting dalam proses kerjanya sehingga salah satunya dapat secara drastis menrunkan daya tahan tubuh, sebagai faktor utama yang berperan dalam melawan penyakit.

            Ketika kita menghadapi stress, tubuh akan mengadakan reaksi secara terpadu untuk menghadapi stressor (berbagai hal yang berperan sebagai pemicu stress) tersebut. Ada beberapa mekanisme yang kini sudah dibuktikan, dan beberapa diantaranya berkaitan dengan sistem hormonal, dimana stress secara otomatis akan menyebabkan otak mengaktifkan sistem hormon untuk memicu sekresinya.

            Dari beberapa penelitian, stress paling banyak memicu sekresi hormon kortisol, di mana hormon ini selanjutnya akan bekerja mengkordinasi seluruh sistem di dalam tubuh termasuk jantung, paru-paru, peredaran darah, metabolisme dan sistem imunitas tubuh dalam reaksi yang ditimbulkannya. Sekresi hormon ini sekaligus menjelaskan mengapa ketika menghadapi stress tekanan darah dan denyut jantung meningkat secara cepat. Peningkatan kerja sistem pernafasan ini akan mengakibatkan paru-paru bekerja ekstra untuk mengambil oksigen lebih banyak hingga meningkatkan juga peredaran di seluruh bagian tubuh, mulai dari otot-otot hingga ke otak, dan peningkatan tersebut disebutkan dari beberapa riset bisa naik mencapai 300% melebihi batas normal. Akibatnya, bukan jantung saja yang dapat terasa berdebar, namun keseluruhan sistem tubuh termasuk pengeluaran keringat juga akan meningkat dengan cepat.

            Selain hormon kortisol, ada hormon lain yang turut berperan dalam reaksi ini, diantaranya hormon katekolamin yang terdiri dari zat-zat aktif dopamin, norepinefrin dan epinefrin yang lebih dikenal dengan adrenalin. Selain meningkatkan sekresi hormon-hormon yang erat kaitannya dengan peningkatan kerja sistem tubuh ini, katekolamin tadi juga akan mengaktifkan suatu sistem ingatan jangka panjang yang akan mengingat stressor yang sama pada pristiwa selanjutnya serta menekan bagian otak yang berperan dalam ingatan jangka pendek. Dalam sebuah penelitian, penekanan ingatan jangka pendek ini dinilai para ahli sebagai faktor utama yang menyebabkan orang tidak lagi dapat dengan mudah berfikir secara rasional ketika mereka dilanda stress.

            Lebih lanjutnya penyakit ini (stress) dapat mempengaruhi penderitanya, sehingga kurangnya istirahat dikarenakan sulit tidur, kurang nafsu makan. Sementara mereka harus mengeluarkan energi yang lebih untuk mengatasi stress yang mereka alami. Karena ketidak seimbangan tersebut, maka dapat menimbulkan penyakit-penyakit yang lain, seperti pusing, diare, muntah-muntah, sakit otot dan sendi, radang usus, dll.

            Terlepas dari permasalahan di atas, ada sebuah cerita seorang ibu yang telah beberapa tahun menderita penyakit jantung, selama itu pula ia terus berhubungan dengan dokter-dokter. Kendati demikian, usaha yang dilakukannya tidak membawakan hasil. Ia putus asa karena dokter-dokter itu tidak menemukan penyakitnya, dan akhirnya merasa kepercayaan dirinya hilang. Setelah diteliti latar belakang dari hidup dan pengalaman yang dilaluinya, terbukti bahwa penyakitnya bukanlah penyakit yang disebabkan oleh karena ada yang sakit/rusak pada jantung, akan tetapi karena tekanan-tekanan perasaan dalam keluarga. Dia kurang mampu memahami suaminya, dan tidak banyak berdiskusi serta mengungkapkan perasaannya kepada siapapun, baik suami atau orang tuanya sendiri. Semua perasaan-perasaan yang mengganggu pikiran dan ketenangan batinnya disimpan sendiri, yang akhirnya menyebabkan jantungnya terganggu.

            Penyakit-penyakit lain yang banyak terdapat di zaman modern sekarang, seperti tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah, exceem, sesak nafas dan sebagainya, disebabkan antara lain oleh tekanan perasaan yang terjadi karena tidak bisa mencapai apa yang diingini, atau karena banyak persaingan dalam hidup sekarang ini.


D.. Pengaruh agama dalam kesehatan mental

            Agama adalah suatu ajaran dimana setiap pemeluknya dianjurkan untuk selalu berbuat baik. Untuk itu, semua penganut agama yang meyakini agana yang dianutnya akan senantiasa melaksanakan segala hal yang ada dalam ajaran agama tersebut. Mengenai ini manusia tidak bisa dilepaskan dengan agama, oleh karena itu agama dan manusia berhubungan sangat erat sekali. Ketika manusia jauh dari agama, maka akan ada kekosongan dalam jiwanya.

            Mereka yang tidak beragama kendatipun kebutuhan material mereka terpenuhi, namun kebtuhan batinnya tidak, maka mereka akan lebih mudah terkena penyakit hati (gangguan kesehatan mental). Penyakit jiwa yang melanda manusia yang tidak beragama akan senantiasa menghantui mereka. Dalam hal ini, biasanya ketika mereka mendapatkan persoalan hidup mereka akan mudah putus asa dan akhirnya akan melakukan penyimpangan atau tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma-norma mereka.

            Berbeda dengan seseorang yang beragama. Mereka akan senantiasa melakukan segala sesuatu sesuai dengan ajaran agama. Dan ketika mereka lupa tidak melaksanakan rutinitas dalam beribadah, mereka akan cenderung merasa bersalah sehingga mereka akan mengembalikan segala macam permasalahan dalam kehidupannya kedalam ajaran agama.

            Dalam ajaran agama Islam, al qur’an dapat berfungsi sebagai Al Syifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik maupun rohani. Di dalam al qur’an, tidak sedikit ayat-ayat yang menjelaskan tentang kesehatan, salah satunya mengenai  ketenangan jiwa (kesehatan mental) yang dapat dicapai melalui dzikir (mengigat) Allah. Allah swt berfirman yang artinya:

“…Ingatlah, hanya dengan mengigat Allah hati menjadi tentram” (QS. Al Ra’d: 28)

            Unsur utama dalam beragama adalah iman atau percaya kepada keberadaan Tuhan dengan sifat-sifat, antara lain: Maha Pemurah, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun, Maha Pemberi, Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Kuasa, Maha Besar, Maha Suci serta nilai-nilai lebih/Maha yang lainnya. Oleh karena itu, orang yang merasa dirinya dekat dengan Tuhan, diharapkan akan timbul rasa tenang dan aman yang merupakan salah satu ciri sehat mental.

            Menurut Culliford (2002), seseorang dengan komitmen agama yang tinggi akan meningkatkan kualitas ketahanan mentalnya karena memiliki self control, self esteem dan confidence yang tinggi. Juga mereka mampu mempercepat penyembuhan ketika sakit, karena mereka mampu meningkatkan potensi diri serta mampu bersikap tabah dan ikhlas dalam menghadapi musibah.


E. KESIMPULAN

            Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental, baik berupa neurosis, psikosis dan lain-lain. Orang yang sehat mental akan senantiasa merasa aman dan bahagia dalam kondisi apapun. Ia juga akan melakukan introspeksi atas segala hal yang dilakukannya sehingga ia akan mampu mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri. Selain itu, kesehatan mental dapat juga berpengaruh pada jasmani (tubuh), karena mekanisme tubuh akan berjalan dengan baik apabila mental atau jiwanya tidak terganggu.

            Korelasi yang sangat mendasar antara kejiwaan dan agama yaitu terletak pada keyakinan seseorang yang dapat mempengaruhi jiwanya. Apabila terdapat masalah di dalam kehidupannya, selain berusaha keras ia juga menyerahkan semua permasalahan kepada Allah swt (Yang Maha Mengetahui), sehingga akan dapat memunculkan perasaan positif yang berdampak pada kesehatan mental orang tersebut. Selain itu agama juga mengatur pola hidup individu, yang apabila aturan-aturan tersebut dilaksanakan maka akan sehatlah individu tersebut, baik ruhani maupun jasmani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar